Pendahuluan
Keberagaman
budaya suku bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang terdapat dalam tanah air
kita ini. Hal itu pertanda Indonesia memiliki beragam kesenian yang tercipta
dari masing-masing suku bangsanya.Setiap suku bangsa pasti memiliki ciri khas
masing-masing, samahalnya dengan kesenian yang berasal dari masing-masing suku
pasti memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Berbagai suku dari berbagai
daerah di Indonesia melahirkan berbagai bentuk kesenian, baik berupa seni tari,
seni musik, seni rupa dan seni drama.Menurut Susanne K. Langer, “Tari adalah
bentuk yang diungkapkan manusia untuk dinikmati dengan rasa”,sedangkan menurut
Soedarsono“Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang dilahirkan melalui gerak yang
indah dan ritmis”. Dari pendapat mengenai
tari dapat disimpulkan bahwa tari merupakan gerak-gerak yang disampaikan oleh
tubuh sebagai media dan memiliki keindahan. Tari memilik elemen-elemen dasar
yaitu:tema, gerak, iringan tari, tata rias,tata busana, tempat
pementasan,setting, lighting, dan properti. Tari merupakan salah satu bagian
dari kesenian yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat.Dapat disimpulkan
bahwa suatu tarian bisa dikatakan sebagai ciri dari masyarakat
tersebut.Kabupaten Aceh Tenggara adalah salah satu Kabupaten di Aceh,Indonesia.
Aceh Tenggara didiami oleh berbagai macam suku, salah satu suku yang sangat
mendominasi ialah suku Alas. Hampir tidak pernah terdengar sama sekali
keributan yang melibatkan suku, agama, dan ras2 pada daerah ini dan
masyarakatnya mampu menjaga perdamaian sampai saat ini.Suku Alas merupakan suku
yang mendominasi di Kabupaten Aceh Tenggara, suku Alas sering disebut Ukhang
Alas atau Kalak Alas sedangkan untuk daerahnya disebut dengan Tanoh Alas. Alas
dapat diartikan tikar, penamaan tersebut dikarenakan wilayah tanah Alas membentang
seperti tikar dan cocok sebagai daerah pertanian, dan juga masyarakat
Alas khususnya
para wanita Alas sering menganyam tikar di sela-sela kesibukan mereka bertani Landok
Alunmerupakan salah satu jenis tari tradisional yang ada dan tumbuh di suku
Alas. Tari Landok Alun tercipta dan berkembang sekitar tahun 60-an didesa
Telengat Pagan, Kecamatan Semadam, Kabupaten Aceh Tenggara dan diciptakan oleh
masyarakat suk Alas.Tari Landok Alun, yang memiliki arti Landokberarti menari dan
Alun berarti berlahan-lahan, sehingga Landok Alunberarti menari dengan perlahan
atau menari dengan pelan dan lambat. Tarian ini diciptakan hanya untuk sekedar hiburan
rakyat dan tarian ini ditarikan oleh dua sampai empat orang penari pria.Alunberarti
lambat,ruang gerak tarian Landok Alunini tidak jauh berpindah-pindah Menurut
sejarah,Landok Alun berawal saat masyarakat mencari dan menemukan lahan
pertanian yang lokasinya sangat luas, rata dan mudah mendapatkan air untuk
diolah menjadi lahan pertanian, dalam proses pencarian lahan pertanian maka
lahan yang dicari berhasil ditemukan, disitulah para pencari merasa sangat
gembira dan 3 bersyukur karena telah menemukan lahan yang diinginkan. Kemudian mereka
menceritakan kronologi pencarian lahan hingga menemukan lahan tersebut kepada
teman-teman sekampung, semua yang mendengar terpukau dan merasa terhibur atas peragaan
gerakan-gerakan yang mereka lakukan saat menemukan lahan tersebut, mereka
merasa terhibur dan mengulangi gerakan gerakan tersebut serta di angkat menjadi
sebuah tarian.
Pembahasan
Sejarah
suku alas
Ukhang
Alas atau biasa disebut juga khang Alas atau Kalak Alas telah lama bermukim di
lembah Alas, hal ini dibuktikan jauh sebelum Pemerintah Kolonial Belanda masuk
ke Indonesia. Keadaan penduduk lembah Alas telah tercatat dalam sebuah buku
yang dikarang oleh seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila
dilihat dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325
(Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih bersifat
nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.
Nama
Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis, sedangkan daerah Alas
disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut Kreemer (1922:64) kata "Alas"
berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu dari Raja Lambing) keturunan Raja
Pandiangan di Tanah Batak. Beliau bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas
yaitu Desa Batu Mbulan.
Menurut
Iwabuchi (1994:10) Raja yang pertama kali bermukim di Tanoh Alas adalah
terdapat di Desa Batumbulan yang dikenal dengan nama RAJA LAMBING, keturunan
dari Raja Pandiangan di Tanah Batak. Raja Lambing adalah moyang dari merga
Sebayang di Tanah Karo dan Selian di Tanah Alas. Raja Lambing merupakan anak
yang paling bungsu dari tiga bersaudara yaitu abangnya tertua adalah Raja
Patuha di Dairi, dan nomor dua adalah Raja Enggang yang hijrah ke Kluet Aceh
Selatan, keturunan dan pengikutnya adalah merga Pinem atau Pinim.
Mata pencharian
Mata
pencaharian suku Alas adalah pertanian dan peternakan. Pertanian dapat berupa
menanam padi, karet, kopi,dan kemiri, serta mencari berbagai hasil hutan,
seperti kayu, rotan, damar dan kemenyan. Sedangkan untuk peternakan mereka
memelihara kuda, kambing, kerbau, dan sapi.
Agama
Suku Alas
menganut ajaran agama Islam. Tetapi masih ada juga yang mempercayai
praktik perdukunan misalnya dalam kegiatan pertanian.
Bahasa
Bahasa yang
digunakan adalah Bahasa Alas (Cekhok Alas) Bahasa ini merupakan
rumpun bahasa dari Austronesia suku Kluet di kabupaten Aceh Selatan juga
menggunakan Bahasa yang hampir sama dengan bahasa suku Alas.
Upacara adat istiadat
Upacara adat
istiadat yang ada dalam masyarakat suku Alas adalah ‘Turun Mandi’, ‘Sunat
Khitan’, ‘Perkawinan’, dan ‘Kematian’. Pada setiap kegiatan ini dikenal
beberapa budaya tolong menolong yang dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan
posisinya dalam struktur kekerabatan. Ada tiga struktur kekerabatan dalam suku
Alas yaitu Wali, Sukut/Senine, dan Pebekhunen/Malu. Adapun bentuk
tolong-menolong yang dilakukan adalah
1. Pemamanen,
yaitu panggilan yang diberikan kepada rombongan yang datang dari
pihak Wali yaitu ayah dan saudara lelaki dari perempuan
(Malu) yang mempunyai hajatan. Pada setiap acara adat Alas, pemamanen
mempunyai peran penting karena mereka adalah tamu yang dimuliakan. Dalam setiap
kegiatan mereka akan membawa bantuan kepada tuan rumah dan biasanya bantuan ini
dalam bentuk materi atau sejumlah uang. Semakin tinggi nilai bantuan maka
semakin tinggi pula prestige yang mereka dapatkan. Begitupula tuan rumah merasa
lebih dihormati dan dimuliakan. Slogan yang menjadi failosofi budaya ini
adalah Besar wali karena malu, besar malu karena wali.
2. Tempuh,
artinya bantuan yang diberikan oleh saudara dekat atau diistilahkan dengan
kelompok sukut artinya orang yang punya kerja (saudara kandung atau
masih mempunyai pertalian darah dan marga). Bantuan ini terkadang ditentukan
dalam musyawarah keluarga, namun terkadang juga tidak ditentukan, sehingga
pemberian didasarkan oleh kesadaran masing-masing yang disesuaikan dengan
kemampuannya, serta bergantung pula pada jauh dekatnya pertalian kekerabatan
yang dimiliki.
3. Nempuhi
Wali artinya membantu wali, bantuan ini diberikan
oleh Malu yaitu anak perempuan atau saudara perempuan yang sudah
kawin dan pebekhunen yaitu suaminya kepada pihak wali yang mempunyai
hajatan/acara adat. Dalam setiap kegiatan bantuan yang mereka berikan adalah
dalam bentuk tenaga, misalnya bertanggung jawab di dapur dalam menyiapkan
hidangan dan membereskannya. Sebenarnya Nempuhi Wali ini merupakan
kewajiban yang ditetapkan dalam budaya suku Alas tidak hanya pada kegiatan yang
menyangkut adat-istiadat, tetapi juga pada kegiatan lainnya dalam kehidupan
sehari-hari seperti membantu di sawah dan lain-lain.
Marga
Menurut buku
Sanksi dan Denda Tindak Pidana Adat Alas, Dr Thalib Akbar MSC (2004) adapun
marga–marga etnis Alas yaitu : Bangko, Deski, Keling, Kepale Dese, Keruas,
Pagan, dan Selian kemudian hadir lagi marga Acih, Beruh, Gale, Kekaro, Mahe,
Menalu, Mencawan, Munthe, Pase, Pelis, Pinim, Ramin, Ramud, Sambo, Sekedang, Sugihen,
Sepayung, Sebayang dan marga Teriga