Kamis, 10 Mei 2018

Suku Batak



A.    Kepercayaan Asli Suku Batak
Kepercayaan yang dianut suku batak sebelum mengenal agama protestan dan islam adalah kepercayaan bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debata Mula Jadi Na Bolon dan bertempat tinggal diatas langit, bahkan pada masyarakat daerah pedesaan belum meninggalkan kepercayaan tercebut. mereka mempunyai system kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan diatas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
·         Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal empat konsep, yaitu :
1) Debata Mula Jadi Na Bolon : bertempat tinggal diatas langit dan merupakan maha pencipta;
2)Siloan Na Bolon : berkedudukan sebagai penguasa dunia makhluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa.
Orang Batak mengenal tiga konsep yaitu :
a)Tondi (adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang,  maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.)
b) Jiwa                                                                                                      c) Roh
3) Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang, semua orang memiliki tondi,tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
4)Begu : tondinya orang yang sudah mati, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam. Orang batak juga percaya akan kekuatan sihir dari jimat yang disebut tongkal.
B.     Parmalim
Istilah Parmalim merujuk kepada penganut agama  Malim. Agama Malim yang dalam bahasa Batak disebut Ugamo Malim adalah bentuk moderen agama asli suku Batak. Agama asli Batak tidak memiliki nama sendiri, tetapi pada penghujung abad kesembilan belas muncul sebuah gerakan anti kolonial. Pemimpin utama mereka adalah Guru Somalaing Pardede. Agama Malim pada hakikatnya merupakan agama asli Batak, namun terdapat pengaruh agama Kristen, terutama Katolik, dan juga pengaruh agama Islam.
Agama ini tidak mengenal Surga atau sejenisnya, sepeti agama umumnya, selain Debata Mula jadi Na Bolon (Tuhan YME) dan Arwah-arwah leluhur, belum ada ajaran yang pasti reward atau punisnhment atas perbuatan baik atau jahat, selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi miskin dan tidak punya turunan. Tujuan upacara agama ini memohon berkat Sumangot dari Debata Mula jadi Na bolon (Tuhan YME), dari Arwah-arwah leluhur, juga dari Tokoh-tokoh adat atau kerabat-kerabat adat yang dihormati, seperti Kaum Hula-hula (dari sesamanya). Agama ini lebih condong ke paham Animisme. Agama ini bersifat tertutup, masih hanya untuk suku Batak, karena upacara ritualnya memakai bahasa Batak, dan setiap orang harus punya marga, tidak beda dengan agama-agama suku-suku animisme dibelahan bumi lainnya, sifatnya tidak universal.
Tuhan dalam kepercayaan Malim adalah "Debata Mula Jadi Na Bolon" (Tuhan YME) sebagai pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta yang disembah oleh "Umat Ugamo Malim" ("Parmalim"). Agama Malim terutama dianut oleh suku Batak Toba di provinsi Sumatera Utara. Sejak dahulu kala terdapat beberapa kelompok Parmalim namun kelompok terbesar adalah kelompok Malim yang berpusat di Huta Tinggi.Masuknya Agama Islam Di Tanah Batak
Pada abad 19 agama Islam masuk daerah penyebarannya meliputi batak selatan. Masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh para pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan menikah dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatkan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas tanah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan.
C.     Misionaris Kristen
Agama Kristen masuk sekitar tahun 1863 dan penyebarannya meliputi batak utara.  Pada tahun 1824, dua misionaris baptis asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak. Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834 kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Manson dari dewan komisaris Amerika untuk misi luar negeri.
         Pada tahun 1850, dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner Van Der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak-Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.
            Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861 dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P.H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun1893. Menurut H.O. Masyarakat Toba dan Karo menyerap agama Kristen dengan cepat dan pada awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya. Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melakukan perlawanan lagi dengan pemerintahan colonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.
D.    Gereja HKBP
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan keperawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar