Ajaran masyarakat Samin
Ajaran Ki Samin mengenai kejatmikaan atau ilmu untuk jiwa dan raga,
jasmani dan rohani mengandung 5 saran, yaitu:
1. Jatmiko kehendak
yang didasari usaha pengendalian diri.
2. Jatmiko dalam
beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati sesama makhluk Tuhan.
3. Jatmiko dalam mawas
diri, melihat batin sendiri setiap saat, dapat menyelaraskan dengan lingkungan.
4. Jatmiko dalam
menghadapi bencana/bahaya yang merupakan cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
5. Jatmiko untuk
pegangan budi sejati.
Menurut Ki Samin ajaran kejatkikaan tersebut merupakan senjata yang
paling baik dan memiliki khasiat yang ampuh, karena dalam kehidupan itu banyak
godaan dari segala arah dan yang tidak aneh adalah yang berasal dari “Rogo
Rapuh” sendiri.
Ki Samin mengerjakan anak buahnya harus pasrah, semeleh, sabar, narimo ing
pandum seperti air telaga yang tidak bersuara. Dalam perkumpulan, dalam memberi
putunjuk Ki samin selalu menggunakan tulisan huruf Jawa yang disusun seperti
halnya puisi, prosa, gancaran, dan tembang mocopat. Seperti di bawah ini yang
berbentuk prosa:
“Jer ruh tumuruning tumus winwntu ing projo nalar, nalar wikan reh kasudarman, hayu ruwuyen badra, nukti-nuting lagon wirana natyeng kewuh, saka angganingrat”.
Sifat-sifat yang diajarkan selalu menggunakan pertimbangan logika (akal sehat) antara kewaspadaan dan kebijaksanaan dalam menjalani hidup seperti menyusun gending. Perbuatan yang dapat mengatasi hambatan hidup adalah apa saja yang kita bawa dalam menjalani hidup di dunia.
“Jer ruh tumuruning tumus winwntu ing projo nalar, nalar wikan reh kasudarman, hayu ruwuyen badra, nukti-nuting lagon wirana natyeng kewuh, saka angganingrat”.
Sifat-sifat yang diajarkan selalu menggunakan pertimbangan logika (akal sehat) antara kewaspadaan dan kebijaksanaan dalam menjalani hidup seperti menyusun gending. Perbuatan yang dapat mengatasi hambatan hidup adalah apa saja yang kita bawa dalam menjalani hidup di dunia.
Salah satu pegangan/pedoman Ki Samin dirancang dalam tembang pangkur.
“ Soho malih dadya gaman, anggegulang gelunganing pambudi, polokrami nguwah mangun memangun treping widyo, kasampar kasandung dugi prayogantuk, ambudya atmaja tama, mugi-mugi dadya kanti”.
Yang artinya: juga menjadi senjata untuk melatik letajaman budi, bisa melalui perkawinan yang menghasilkan kesanggupan yaitu kegunaan dengan ilmu yang luhur/baik, karena dalam perkawinan itu kita jatuh bangun dalam berupaya mencari “cukup” terlebih lagi dalam mengusahakan lahirnya anak cucu yang nantinya menjadi teman hidup.
“ Soho malih dadya gaman, anggegulang gelunganing pambudi, polokrami nguwah mangun memangun treping widyo, kasampar kasandung dugi prayogantuk, ambudya atmaja tama, mugi-mugi dadya kanti”.
Yang artinya: juga menjadi senjata untuk melatik letajaman budi, bisa melalui perkawinan yang menghasilkan kesanggupan yaitu kegunaan dengan ilmu yang luhur/baik, karena dalam perkawinan itu kita jatuh bangun dalam berupaya mencari “cukup” terlebih lagi dalam mengusahakan lahirnya anak cucu yang nantinya menjadi teman hidup.
Ki Samin memang tidak hanya mengerjakan ilmu kadigdayan tapi juga mengurusi
masalah perkawinan atau hubungan antara pria dan wanita.
Tentang pedoman tingkah laku kehidupan tertulis dalam tembang dandang gulo.
“Pramila sesama kang dumadi, mikani ren papanng sujana, sajogo tulus pikukuhe, angrengga jagat agung, lelantaran mangun sukapti, limpade kang sukarso, wisaha anggayun, suko bukamring prajaning wang, pananduring mukti kapti amiranti dilalah kandiling setya”.
Yang artinya: adalah kepada sesama makhluk hidup, dengan cara memahami kehidupan masing-masing, sebaiknya tulus. Cara yang dilakukan adalah memelihara dunia yang besar dengan membuktikan kepercayaan, mengutamakan kelincahan dan kemampuan, sering dibuktikan, tidak lain yaitu menanam kebaikan.
Tentang pedoman tingkah laku kehidupan tertulis dalam tembang dandang gulo.
“Pramila sesama kang dumadi, mikani ren papanng sujana, sajogo tulus pikukuhe, angrengga jagat agung, lelantaran mangun sukapti, limpade kang sukarso, wisaha anggayun, suko bukamring prajaning wang, pananduring mukti kapti amiranti dilalah kandiling setya”.
Yang artinya: adalah kepada sesama makhluk hidup, dengan cara memahami kehidupan masing-masing, sebaiknya tulus. Cara yang dilakukan adalah memelihara dunia yang besar dengan membuktikan kepercayaan, mengutamakan kelincahan dan kemampuan, sering dibuktikan, tidak lain yaitu menanam kebaikan.
Masih banyak ajaran Ki Samin yang lain yaitu seperti buku primbon yang memuat
petunjuk untuk orang hidup tentang kepercayaan terhadap Tuhan yang menciptakan
dunia, tingkah laku dan sifat-sifat orang hidup, misalnya buku “Punjer Kawitan,
Serat Pikukuh Kesejaten, Serat Uri-uri Pambudi dan Jati Sawit.
Ki Samin dalam mengajar untuk membangun manusia seutuhnya seperti di atas
tersebut, membuktikan bahwa dia memiliki pengetahuan kebudayaan dan lingkungan.
Andalan Ki Samin adalah Kitab Jamus Kalimosodo yang di tulis oleh Kyai
Surowidjojo atau Samin Sepuh. Terlebih lagi pribadi Ki Samin Sepuh juga
terdapat dalam Kitab tersebut.
Kitab Jamus Kalimosodo ditulis dengan bahasa Jawa baru yang berbentuk prosa,
puisi, ganjaran, serat mocopat seperti tembang-tembang yang telah ditulis di
atas yang isinya bermacam-macam ilmu yang berguna yang saat sekarang ini banyak
disimpan sesepuh Masyarakat Samin yang berada di Tapelan (Bojonegoro),
Kropoduwur (Blora), Kutuk (Kudus), Gunung Segara (Brebes), Kandangan (Pati) dan
Tlaga Anyar (Lamongan) yang berbentuk lembaran tulisan huruf Jawa yang
dipelihara dengan baik.
Daerah Kekuasaan Ki Samin Surosentiko sudah semakin luas hingga desa-desa lain.
Pada suatu hari masyarakat Desa Tapelan, Ploso dan juga Tanjungsari mengangkat
Ki Samin menjadi Raja dengan gelar “Prabu Panembahan Suryongalam” yang dapat
menerangi orang sedunia dan yang diangkat sebagai patih merangkap senopati,
kamituwo (Kepala Dusun) Bapangan yang diberi gelar “Suryo Ngalogo” yang
mengajarkan tentang perang. Ini membuktikan bahwa orang Jawa/pribumi dengan sah
memiliki tekad yang utuh berjuang secara tenang (halus).
Ki Samin Surosentiko dalam menentang penjajah dapat dilihat dalam
bermacam-macam cara. Bila kita melihat bagaimana perbuatan orang-orang
pemerintahan Belanda yang hendak menghabiskan warga Samin yang waktu
itu tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati dan Kudus yang paling banyak di Desa Tapelan Kecamatan Ngraho Bojonegoro. Namun Ki Samin Surosentiko tidak khawatir berjuang namun kelihatan diam sepertinya dia melawan tanpa perang. Cara yang dipakai melawan hanyalah menolak membayar pajak, menolak menyumbang tenaga untuk pemerintahan Belanda, membantah terhadap peraturan dan dia mendewakan dirinya sendiri seperti halnya titisan dewa yang suci.
pemerintahan Belanda yang hendak menghabiskan warga Samin yang waktu
itu tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati dan Kudus yang paling banyak di Desa Tapelan Kecamatan Ngraho Bojonegoro. Namun Ki Samin Surosentiko tidak khawatir berjuang namun kelihatan diam sepertinya dia melawan tanpa perang. Cara yang dipakai melawan hanyalah menolak membayar pajak, menolak menyumbang tenaga untuk pemerintahan Belanda, membantah terhadap peraturan dan dia mendewakan dirinya sendiri seperti halnya titisan dewa yang suci.
Reinternalisasi Nilai-nilai Luhur Sedulur Sikep
Sesuai dengan nilai-nilai luhur Sedulur Sikep yang dimliki masyarakat Samin
yang diuraikan di atas. Dapat kita ketahui, ternyata banyak nilai-nilai
luhur yang sebenarnya perlu kita tanamkan kembali dalam budaya masyarakat
Indonesia, untuk menumbuhkan kembali budaya-budaya Indonesia yang sudah
mengalami pergeseran sebagai akibat dari globalisasi.
Budaya-budaya Sedulur Sikep yang dapat kita tanamkan kembali adalah seperti,
sabar, rukun, kejujuran, gotong royong, solidaritas, kesatuan dan persatuan,
menghargai sesama sederajat, dan kesederhanaan.
Budaya-budaya tersebut dapat kita tanamkan dengan interaksi sosial. Cara-cara
yang dapat kita gunakan untuk menanamkan nilai Sedulur Sikep ini, adalah
melalui metode interaksi sosial, yaitu imitasi, suggesti, identifikasi,
simpati, dan empati.
1. Imitasi
Reinternalisasi ,melalui imitasi dapat dilakukan oleh orang tua, pendidik, dan
pemerintah. Untuk orang tua dapat berperilaku dan bersikap sesuai dengan ajaran
Sedulur Sikep, seperti berperilaku jujur, rukun dengan tetangga, dan toleransi.
Sehingga secara otomatis, anak meniru perilaku orang tua. Untuk pendidik dapat
berperilaku sesuai dengan ajaran Sedulur Sikep. Sehingga secara otomatis, anak
meniru perilakunya. Untuk pemerintah hendaknya tidak menggunakan
identitas atau hal-hal lain yang mencerminkan ciri suatu golongan. Tidak
menggunakan kaos partai dan lain-lain. karena setelah menjadi pemimpin seluruh
warga adalah anak (asuhan) nya. Sehingga masyarakat dapat meniru untuk menganggap
semuanya sederajat.
2. Suggesti
Reinternalisasi ,melalui sugesti dapat dilakukan oleh orang tua dengan
menasehati anaknya, sesuai dengan ajaran-ajaran Sedulur Sikep. Untuk pemerintah
dan pihak terkait dapat membuat poster-poster maupun iklan yang mempunyai makna
ajaran Sedulur Sikep.
3. Identifikasi
Reinternalisasi dengan identifikasi dapat dilakukan melalui individu-individu
tertentu yang dianggap istimewa/digemari oleh orang atau sekelompok orang,
seperti artis, atlet, pengusaha,dll. Mereka tersebut hendaknya mempunyai sikap
sesuai dengan ajaran Sedulur Sikep. Dengan demikian diharapkan penggemar bisa
meniru secara keseluruhan penampilan secara khususnya dan sikap secara umumnya.
4. Simpati
Reinternalisasi dengan simpati dapat dilakukan individu yang mempunyai peran
penting dalam diri seseorang dengan cara menceritakan atau memberitahukan
hal-hal yang menarik dari Sedulur Sikep. Sehingga seseorang bisa tertarik
terhadap hal tersebut.
5. Empati
Reinternalisasi dengan dengan empati dapat dilakukan oleh pendidik. Pendidik
dapat membuat program dimana mengajak siswanya untuk mngunjungi maupun tinggal
sementara di tempat pemukiman wong sikep sehingga mereka dapat mengetahui pola
perilaku dan kehidupan mereka. Dan diharapkan mereka dapat meniru hal-hal
tersebut.
Perkawinan
Penerapan pranata masyarakat Samin
di Desa Baturejo Sukolio Pati dalam hal adat perkawinan hampir sama dengan adat
orang Jawa. Dimulai dari pelamaran yang dilakukan dengan laki-laki datang
kerumah perempuan dan membawa seserahan. Yang membedakan hanyalah saat Upacara
Ijab, yakni pengantin pria dan wali dari pengantin wanita melakukan suatu
perjanjian untuk meresmikan hubungan kedua mempelai tanpa adanya naib atau orang
yang menikahkan. Setelah itu maka kedua mempelai dapat dikatakan suami istri.
Masyarakat Samin biasa menyebutnya
dengan sikep rabi atau sikep laki. Sikep rabi merupakan sesuatu yang sangat prinsip bagi mereka.
Dalam ajaran Saminisme, perkawinan itu sangat penting. Perkawinan merupakan
alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan atmaja
tama (anak yang mulia). Dalam perkawinan menurut adat mereka, pengantin
laki-laki harus mengucapkan "syahadat" yang berbunyi (kalau
ditejemahkan) lebih kurang, "Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin.
(Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama ... Saya berjanji setia
kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua."
Hal itulah yang menyebabkan stigmasi
tertentu terhadap orang Samin, yakni orang Samin dianggap sebagai pemuja kumpul
kebo. Tak sebagai pembenaran, bagi mereka menikah dengan seseorang adalah untuk
selamanya. Jadi, tidak ada ceritanya bahwa ada perselingkuhan pada mereka.
Kecuali, yen rukune wis salin, sebutan seorang lelaki yang istrinya
telah meninggal, seorang Sikep baru boleh menikah lagi.
Mereka berpandangan bahwa dengan
melalui perkawinan, mereka dapat belajar ilmu kasunyatan (kajian realistis)
yang selalu menekankan pada kemanusiaan, rasa sosial dan kekeluargaan dan
tanggung jawab sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar