Kamis, 10 Mei 2018

Suku Alor



A.    Tradisi lisan suku alor
Salah satu tradisi lisan yang masih dijaga dan dirawat oleh masyarakat di Leffo Kisu  ‘Alor Kecil’ kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur adalah ritual sunna hada ‘sunat adat’. Tradisi  sunna hada ‘sunat adat’adalah tradisi sunat yang dilaksanakan secara adat (masal) pada waktu tertentu oleh suku Baorae dari Leffo Kisu ‘Alor Kecil’, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Anak-anak yang disunat dalam tradisi sunnna hada adalah anak laki-laki dan juga anak perempuan yang berusia antara 4-10 tahun. Pelaksanan ritual sunna hada ini melibatkan beberapa suku yang terdapat Alor di Leffo Kisu, seperti suku Baorae, Dulolong, Manglolong, Mudiloang, Gaelai, dan Klon dari  Petumbang. Adapun suku Baorae sebagai pelaksana ritual sunna hada juga masih dapat dipecah lagi atas beberapa klan (sub-suku) seperti klan Antoni, Arkiang, Kiribunga, Kossah, dan Panara. Masing-masing klan ini sangat berperan penting dalam ritual sunna hada ini.
Menurut keterangan Bapak Abdul Halim Arkiang (67 thn), juru penerang dari suku Baorae, sunna hada yang dilaksanakan pada tahun 2016 merupakan sunna hada yang keenam.  Sunna hada terakhir dilakukan pada tahun 1997 dan baru dilakukan lagi setelah jeda selama 18 tahun. Adapun penyelenggaraan sunna hada pada tahun 2016 yang lalu dilaksanakan selama sebulan yakni bulan Mei dan Juli 2016 dan puncaknya pada tanggal 10-16 Juli 2016 dengan jumlah anak yang disunat sebanyak seratus orang.
Pelaksanaan ritual sunna hada memiliki beberapa rangkaian acara yang saling berkaitan. Rangkaian pelaksanaan ritual sunna hada termasuk ritual adat yang panjang, melibatkan banyak orang, dan suku sehingga memerlukan pula biaya yang banyak yakni ratusan juta rupiah. Adapun urutan ritual sunna hada ini terdiri atas beberapa ritual pendukung yakni.
Pertama, ritual bajoapa ‘tumbuk padi’. Ritual ini biasanya dilakukan sebulan sebelum ritual puncak sunna hada dilakukan. Ritual bajoapa ini merupakan ritual menumbuk padi secara bersama oleh masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Ritual bajoapa ini melambangkan semangat kebersamaan dan komunalitas masyarakat di Alor Kecil yang memperlihatkan ciri kelisanan dalam masyarakat tersebut masih kuat (Walter J. Ong (1982: 40). Ritual bajoapa dimaksudkan sebagai persiapan mengumpulkan bahan pokok untuk keperluan upacara yang akan dilaksanakan pada bulan berikutnya.
B.     Struktur dan denah adat alor
Struktur pemerintahan adat di Alor Kecil sebagaimana sudah disampaikan di atas sudah tertata sejak kedatangan Islam di daerah tersebut. Secara adat mereka sudah mengenal pembagian kerja dalam pemerintahan. Raja berdiam di Uma Pelang Serang dan hanya bertugas sebagai simbol pemersatu. Sedangakan tugas-tugas legislatif dan yudikatif dikerjakan oleh orang yang berada di Uma Menapa Lolong, Uma Rombi, Uma Mukung, dan Uma Tukang. Orang dari Uma Rombi bahkan memiliki tugas dan fungsi ganda yakni sebagai panglima perang dan sebagai imam dalam keagamaan sebagaimana disampaikan oleh Arifin Panara (58 thn) ketua klan Panara dari Kampung Lama, Kalabahi. Tugas sebagai imam ini juga diemban oleh orang dari UmaHulnaning. Sedangkan orang dari Uma Sina seperti Abdul Halim Arkiang (67 thn) bertugas sebagai juru penerang.


C.     Sejarah lisan dalam tradisi sunna hada
Tradisi lisan juga mengandung sejarah lisan (Vansina, 2014) sebagaimana yang ditemukan dalam tradisi lisan sunna hada. Pada ritual sunna hada terkandung sejarah lisan kedatangan orang Jawa (utusan Majapahit) ke Alor Kecil. Bagian yang merepresentasikan kedatangan oang jawa yang disebut oleh penduduk dengan Pati Songo dapat dilihat pada puncak pelaksanaan sunna hada. Puncak ritual dalam sunna hada dilakukan pada tanggal 16 Juli 2016 pukul 9 pagi hingga petang hari. Ritual ini disebut dengan ritual Jubah Dodo Turun. Ritual Jubah Dodo Turun menggambarkan sejarah perkembangan agama Islam di Alor kecil yang dibawa oleh Pati Songo seorang pengembang agama Islam dari kerajaan Majapahit.
Cerita kedatangan orang Jawa ke Alor Kecil merupakan pengembangan dari sejaah lisan kehadiran ekspedisi Majapahit yang mendarat pertama kali di pulau Pantar kemudian menyeberang ke Alor Kecil. Sejarah lisan kedatangan orang Jawa ke Alor Kecil ini disampaikan oleh Adam Oramahi (alm) dari Kampung Lama Kalabahi. Menurutnya, sejarah kedatangan Pati Songo ke Alor itu melalui misi penyebaran Islam pada abad ke 14 (antara tahun 1524-1546). Lebih jauh beliau menceritakan sejarah lisan kedatangan Islam ke Alor itu sebagai berikut. “Melalui misi inilah datangnya Pati(h) Songo ke Leffo Kisu ‘Alor Kecil’ dengan tujuan: (1) menyebarkan agama Islam, (2) memperluas wilayah kekuasaan, dan (3) mempersatukan Nusantara
Pati Songo selama menjalankan misinya menetap serta hidup bersama warga cukup lama dan misi beliau tercapai. Bukti keberhasilan pengembangan agama Islam pada saat itu adalah semua penduduk memeluk agama Islam. Namun, Pati Songo tidak menetap selamanya di Alor Kecil dan harus melanjutkan perjalanan mengembangkan agama Islam. Hubungan erat yang sudah terjalin antara Pati Songo (orang Jawa) dengan penduduk dan kepala-kepala kampung di Leffo Kisu diibaratkan seperti batu cadas yang terpaut di Tanjung Kumbang (sebuah tanjung yang terdapat di daerah Alor kecil). Untuk menggambarkan kemesraan hubungan itu, orang Alor Kecil menyampaikannya dalam pantun adat yang berbunyi [Lefo luwolata lolong, kurang feituke, bete binong sorong, sere fei Java]. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar