A.
Tradisi
lisan suku alor
Salah satu tradisi lisan yang masih dijaga dan dirawat oleh
masyarakat di Leffo Kisu ‘Alor Kecil’ kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur
adalah ritual sunna hada ‘sunat adat’. Tradisi sunna hada ‘sunat
adat’adalah tradisi sunat yang dilaksanakan secara adat (masal) pada waktu
tertentu oleh suku Baorae dari Leffo Kisu ‘Alor Kecil’, Kabupaten Alor, Nusa
Tenggara Timur. Anak-anak yang disunat dalam tradisi sunnna hada adalah anak
laki-laki dan juga anak perempuan yang berusia antara 4-10 tahun. Pelaksanan
ritual sunna hada ini melibatkan beberapa suku yang terdapat Alor di Leffo
Kisu, seperti suku Baorae, Dulolong, Manglolong, Mudiloang, Gaelai, dan Klon
dari Petumbang. Adapun suku Baorae sebagai pelaksana ritual sunna hada
juga masih dapat dipecah lagi atas beberapa klan (sub-suku) seperti klan
Antoni, Arkiang, Kiribunga, Kossah, dan Panara. Masing-masing klan ini sangat
berperan penting dalam ritual sunna hada ini.
Menurut keterangan Bapak Abdul Halim Arkiang (67 thn), juru
penerang dari suku Baorae, sunna hada yang dilaksanakan pada tahun 2016
merupakan sunna hada yang keenam. Sunna hada terakhir dilakukan pada
tahun 1997 dan baru dilakukan lagi setelah jeda selama 18 tahun. Adapun
penyelenggaraan sunna hada pada tahun 2016 yang lalu dilaksanakan selama
sebulan yakni bulan Mei dan Juli 2016 dan puncaknya pada tanggal 10-16 Juli
2016 dengan jumlah anak yang disunat sebanyak seratus orang.
Pelaksanaan ritual sunna hada memiliki beberapa rangkaian acara
yang saling berkaitan. Rangkaian pelaksanaan ritual sunna hada termasuk ritual
adat yang panjang, melibatkan banyak orang, dan suku sehingga memerlukan pula
biaya yang banyak yakni ratusan juta rupiah. Adapun urutan ritual sunna hada
ini terdiri atas beberapa ritual pendukung yakni.
Pertama, ritual bajoapa ‘tumbuk padi’. Ritual ini biasanya
dilakukan sebulan sebelum ritual puncak sunna hada dilakukan. Ritual bajoapa
ini merupakan ritual menumbuk padi secara bersama oleh masyarakat baik
laki-laki maupun perempuan. Ritual bajoapa ini melambangkan semangat
kebersamaan dan komunalitas masyarakat di Alor Kecil yang memperlihatkan ciri
kelisanan dalam masyarakat tersebut masih kuat (Walter J. Ong (1982: 40).
Ritual bajoapa dimaksudkan sebagai persiapan mengumpulkan bahan pokok untuk
keperluan upacara yang akan dilaksanakan pada bulan berikutnya.
B.
Struktur
dan denah adat alor
Struktur pemerintahan adat di Alor Kecil sebagaimana sudah
disampaikan di atas sudah tertata sejak kedatangan Islam di daerah tersebut.
Secara adat mereka sudah mengenal pembagian kerja dalam pemerintahan. Raja
berdiam di Uma Pelang Serang dan hanya bertugas sebagai simbol pemersatu.
Sedangakan tugas-tugas legislatif dan yudikatif dikerjakan oleh orang yang
berada di Uma Menapa Lolong, Uma Rombi, Uma Mukung, dan Uma Tukang. Orang dari
Uma Rombi bahkan memiliki tugas dan fungsi ganda yakni sebagai panglima perang
dan sebagai imam dalam keagamaan sebagaimana disampaikan oleh Arifin Panara (58
thn) ketua klan Panara dari Kampung Lama, Kalabahi. Tugas sebagai imam ini juga
diemban oleh orang dari UmaHulnaning. Sedangkan orang dari Uma Sina seperti
Abdul Halim Arkiang (67 thn) bertugas sebagai juru penerang.
C.
Sejarah
lisan dalam tradisi sunna hada
Tradisi lisan juga mengandung sejarah lisan (Vansina, 2014)
sebagaimana yang ditemukan dalam tradisi lisan sunna hada. Pada ritual sunna
hada terkandung sejarah lisan kedatangan orang Jawa (utusan Majapahit) ke Alor
Kecil. Bagian yang merepresentasikan kedatangan oang jawa yang disebut oleh
penduduk dengan Pati Songo dapat dilihat pada puncak pelaksanaan sunna hada.
Puncak ritual dalam sunna hada dilakukan pada tanggal 16 Juli 2016 pukul 9 pagi
hingga petang hari. Ritual ini disebut dengan ritual Jubah Dodo Turun. Ritual
Jubah Dodo Turun menggambarkan sejarah perkembangan agama Islam di Alor kecil
yang dibawa oleh Pati Songo seorang pengembang agama Islam dari kerajaan
Majapahit.
Cerita kedatangan orang Jawa ke Alor Kecil merupakan pengembangan
dari sejaah lisan kehadiran ekspedisi Majapahit yang mendarat pertama kali di
pulau Pantar kemudian menyeberang ke Alor Kecil. Sejarah lisan kedatangan orang
Jawa ke Alor Kecil ini disampaikan oleh Adam Oramahi (alm) dari Kampung Lama
Kalabahi. Menurutnya, sejarah kedatangan Pati Songo ke Alor itu melalui misi
penyebaran Islam pada abad ke 14 (antara tahun 1524-1546). Lebih jauh beliau
menceritakan sejarah lisan kedatangan Islam ke Alor itu sebagai berikut.
“Melalui misi inilah datangnya Pati(h) Songo ke Leffo Kisu ‘Alor Kecil’ dengan
tujuan: (1) menyebarkan agama Islam, (2) memperluas wilayah kekuasaan, dan (3)
mempersatukan Nusantara
Pati Songo selama menjalankan misinya menetap serta hidup bersama
warga cukup lama dan misi beliau tercapai. Bukti keberhasilan pengembangan
agama Islam pada saat itu adalah semua penduduk memeluk agama Islam. Namun,
Pati Songo tidak menetap selamanya di Alor Kecil dan harus melanjutkan
perjalanan mengembangkan agama Islam. Hubungan erat yang sudah terjalin antara
Pati Songo (orang Jawa) dengan penduduk dan kepala-kepala kampung di Leffo Kisu
diibaratkan seperti batu cadas yang terpaut di Tanjung Kumbang (sebuah tanjung
yang terdapat di daerah Alor kecil). Untuk menggambarkan kemesraan hubungan
itu, orang Alor Kecil menyampaikannya dalam pantun adat yang berbunyi [Lefo
luwolata lolong, kurang feituke, bete binong sorong, sere fei Java].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar