Jumat, 11 Mei 2018

Makalah suku Alas


Pendahuluan  
Keberagaman budaya suku bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang terdapat dalam tanah air kita ini. Hal itu pertanda Indonesia memiliki beragam kesenian yang tercipta dari masing-masing suku bangsanya.Setiap suku bangsa pasti memiliki ciri khas masing-masing, samahalnya dengan kesenian yang berasal dari masing-masing suku pasti memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri. Berbagai suku dari berbagai daerah di Indonesia melahirkan berbagai bentuk kesenian, baik berupa seni tari, seni musik, seni rupa dan seni drama.Menurut Susanne K. Langer, “Tari adalah bentuk yang diungkapkan manusia untuk dinikmati dengan rasa”,sedangkan menurut Soedarsono“Tari adalah ekspresi jiwa manusia yang dilahirkan melalui gerak yang indah dan ritmis”. Dari  pendapat mengenai tari dapat disimpulkan bahwa tari merupakan gerak-gerak yang disampaikan oleh tubuh sebagai media dan memiliki keindahan. Tari memilik elemen-elemen dasar yaitu:tema, gerak, iringan tari, tata rias,tata busana, tempat pementasan,setting, lighting, dan properti. Tari merupakan salah satu bagian dari kesenian yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat.Dapat disimpulkan bahwa suatu tarian bisa dikatakan sebagai ciri dari masyarakat tersebut.Kabupaten Aceh Tenggara adalah salah satu Kabupaten di Aceh,Indonesia. Aceh Tenggara didiami oleh berbagai macam suku, salah satu suku yang sangat mendominasi ialah suku Alas. Hampir tidak pernah terdengar sama sekali keributan yang melibatkan suku, agama, dan ras2 pada daerah ini dan masyarakatnya mampu menjaga perdamaian sampai saat ini.Suku Alas merupakan suku yang mendominasi di Kabupaten Aceh Tenggara, suku Alas sering disebut Ukhang Alas atau Kalak Alas sedangkan untuk daerahnya disebut dengan Tanoh Alas. Alas dapat diartikan tikar, penamaan tersebut dikarenakan wilayah tanah Alas membentang seperti tikar dan cocok sebagai daerah pertanian, dan juga masyarakat
Alas khususnya para wanita Alas sering menganyam tikar di sela-sela kesibukan mereka bertani Landok Alunmerupakan salah satu jenis tari tradisional yang ada dan tumbuh di suku Alas. Tari Landok Alun tercipta dan berkembang sekitar tahun 60-an didesa Telengat Pagan, Kecamatan Semadam, Kabupaten Aceh Tenggara dan diciptakan oleh masyarakat suk Alas.Tari Landok Alun, yang memiliki arti Landokberarti menari dan Alun berarti berlahan-lahan, sehingga Landok Alunberarti menari dengan perlahan atau menari dengan pelan dan lambat. Tarian ini diciptakan hanya untuk sekedar hiburan rakyat dan tarian ini ditarikan oleh dua sampai empat orang penari pria.Alunberarti lambat,ruang gerak tarian Landok Alunini tidak jauh berpindah-pindah Menurut sejarah,Landok Alun berawal saat masyarakat mencari dan menemukan lahan pertanian yang lokasinya sangat luas, rata dan mudah mendapatkan air untuk diolah menjadi lahan pertanian, dalam proses pencarian lahan pertanian maka lahan yang dicari berhasil ditemukan, disitulah para pencari merasa sangat gembira dan 3 bersyukur karena telah menemukan lahan yang diinginkan. Kemudian mereka menceritakan kronologi pencarian lahan hingga menemukan lahan tersebut kepada teman-teman sekampung, semua yang mendengar terpukau dan merasa terhibur atas peragaan gerakan-gerakan yang mereka lakukan saat menemukan lahan tersebut, mereka merasa terhibur dan mengulangi gerakan gerakan tersebut serta di angkat menjadi sebuah tarian.



Pembahasan
Sejarah suku alas
Ukhang Alas atau biasa disebut juga khang Alas atau Kalak Alas telah lama bermukim di lembah Alas, hal ini dibuktikan jauh sebelum Pemerintah Kolonial Belanda masuk ke Indonesia. Keadaan penduduk lembah Alas telah tercatat dalam sebuah buku yang dikarang oleh seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325 (Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.
Nama Alas diperuntukan bagi seorang atau kelompok etnis, sedangkan daerah Alas disebut dengan kata Tanoh Alas. Menurut Kreemer (1922:64) kata "Alas" berasal dari nama seorang kepala etnis (cucu dari Raja Lambing) keturunan Raja Pandiangan di Tanah Batak. Beliau bermukim di desa paling tua di Tanoh Alas yaitu Desa Batu Mbulan.
Menurut Iwabuchi (1994:10) Raja yang pertama kali bermukim di Tanoh Alas adalah terdapat di Desa Batumbulan yang dikenal dengan nama RAJA LAMBING, keturunan dari Raja Pandiangan di Tanah Batak. Raja Lambing adalah moyang dari merga Sebayang di Tanah Karo dan Selian di Tanah Alas. Raja Lambing merupakan anak yang paling bungsu dari tiga bersaudara yaitu abangnya tertua adalah Raja Patuha di Dairi, dan nomor dua adalah Raja Enggang yang hijrah ke Kluet Aceh Selatan, keturunan dan pengikutnya adalah merga Pinem atau Pinim.
Mata pencharian
Mata pencaharian suku Alas adalah pertanian dan peternakan. Pertanian dapat berupa menanam padi, karet, kopi,dan kemiri, serta mencari berbagai hasil hutan, seperti kayu, rotan, damar dan kemenyan. Sedangkan untuk peternakan mereka memelihara kuda, kambing, kerbau, dan sapi.
Agama
Suku Alas menganut ajaran agama Islam. Tetapi masih ada juga yang mempercayai praktik perdukunan misalnya dalam kegiatan pertanian.
Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Alas (Cekhok Alas) Bahasa ini merupakan rumpun bahasa dari Austronesia suku Kluet di kabupaten Aceh Selatan juga menggunakan Bahasa yang hampir sama dengan bahasa suku Alas.

Upacara adat istiadat
Upacara adat istiadat yang ada dalam masyarakat suku Alas adalah ‘Turun Mandi’, ‘Sunat Khitan’, ‘Perkawinan’, dan ‘Kematian’. Pada setiap kegiatan ini dikenal beberapa budaya tolong menolong yang dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan posisinya dalam struktur kekerabatan. Ada tiga struktur kekerabatan dalam suku Alas yaitu Wali, Sukut/Senine, dan Pebekhunen/Malu. Adapun bentuk tolong-menolong yang dilakukan adalah

1. Pemamanen, yaitu panggilan yang diberikan kepada rombongan yang datang dari pihak Wali yaitu ayah dan saudara lelaki dari perempuan (Malu) yang mempunyai hajatan. Pada setiap acara adat Alas, pemamanen mempunyai peran penting karena mereka adalah tamu yang dimuliakan. Dalam setiap kegiatan mereka akan membawa bantuan kepada tuan rumah dan biasanya bantuan ini dalam bentuk materi atau sejumlah uang. Semakin tinggi nilai bantuan maka semakin tinggi pula prestige yang mereka dapatkan. Begitupula tuan rumah merasa lebih dihormati dan dimuliakan. Slogan yang menjadi failosofi budaya ini adalah Besar wali karena malu, besar malu karena wali.
2. Tempuh, artinya bantuan yang diberikan oleh saudara dekat atau diistilahkan dengan kelompok sukut artinya orang yang punya kerja (saudara kandung atau masih mempunyai pertalian darah dan marga). Bantuan ini terkadang ditentukan dalam musyawarah keluarga, namun terkadang juga tidak ditentukan, sehingga pemberian didasarkan oleh kesadaran masing-masing yang disesuaikan dengan kemampuannya, serta bergantung pula pada jauh dekatnya pertalian kekerabatan yang dimiliki.
3. Nempuhi Wali artinya membantu wali, bantuan ini diberikan oleh Malu yaitu anak perempuan atau saudara perempuan yang sudah kawin dan pebekhunen yaitu suaminya kepada pihak wali yang mempunyai hajatan/acara adat. Dalam setiap kegiatan bantuan yang mereka berikan adalah dalam bentuk tenaga, misalnya bertanggung jawab di dapur dalam menyiapkan hidangan dan membereskannya. Sebenarnya Nempuhi Wali ini merupakan kewajiban yang ditetapkan dalam budaya suku Alas tidak hanya pada kegiatan yang menyangkut adat-istiadat, tetapi juga pada kegiatan lainnya dalam kehidupan sehari-hari seperti membantu di sawah dan lain-lain.
Marga
Menurut buku Sanksi dan Denda Tindak Pidana Adat Alas, Dr Thalib Akbar MSC (2004) adapun marga–marga etnis Alas yaitu : Bangko, Deski, Keling, Kepale Dese, Keruas, Pagan, dan Selian kemudian hadir lagi marga Acih, Beruh, Gale, Kekaro, Mahe, Menalu, Mencawan, Munthe, Pase, Pelis, Pinim, Ramin, Ramud, Sambo, Sekedang, Sugihen, Sepayung, Sebayang dan marga Teriga



Tidak ada komentar:

Posting Komentar