1. Arsitektur tradisional sao keda Suku Ende Lio benar-benar merupakan ungkapan dan cerminan sosial budaya masyarakatnya, sebagaimana dijelaskan didalam bagianbagain strukur konstruksi yang ada di permukiman adat desa Wolotolo. Sehingga setiap hasil karya yang diciptakan tersebut benar-benar mempunyai landasan yang kuat dan khas, baik strukturnya, bentuk, tata ruang, dan juga pemakaian ornamenornamennya. Bentuk yang khas dan spesifik tersebut mampu menampilkan bentuk yang selaras dengan lingkungannya, walapun ada kontradiksi bentuk yang ditemukan tetapi ada keserasian antara alam dan lingkungan binaan yang diciptakan. Sehingga bentuk yang mempunyai dasar yang kuat dan ciri khas tersebut mudah diingat dan dikenal orang pengamat sebagaimana elemen-elemen yang ditampilkannya secara kompak dan menyatu.
2. Kerajaan Ende muncul menjelang kedatangan Islam di Flores Nusa
Tenggara Timur. Kekuatan Portugis terbatas hanya di bagian Timur Flores seperti
Larantuka dan Sikka. Sementara itu, Islam berpengaruh dibagian Barat Flores.
Area tenang seperti Ngada yang masih didominasi paham animisme.Perkembangan
Islam di Flores didominasi oleh faktor politik ketika perluasan Kesultanan
Sumbawa dan Goa Makassar. Faktor lainnya, yaitu kondisi alami atas perkembangan
penduduk yang menimbulkan pola komunikasi sulit di antara sesama penduduk.
Pendidikan Islam belum berkembang, sehingga Islam tidak begitu berkembang,
seperti di daerah lain Sumantera, Jawa dan Sulawesi. Artikel ini, mencoba
menghadirkan beberapa informasi yang menjadi pengimbang dalam peran agama. Pada
beberapa publikasi Sejarah Kerajaan Ende sangat terbatas, sehingga memperburuk
keberadaan Kesultanan Islam di Flores.
3.Permukiman Adat Desa Wolotolo merupakan bagian dari permukiman Suku Ende Lio yang berada di Kabupaten Ende. Jarak permukiman Adat Desa Wolotolo dari pusat Kota Ende Sekitar 20km. Seperti permukiman Suku Ende Lio pada umumnya, Desa Wolotolo sendiri merupakan desa yang masih menjaga adat istiadat budaya Suku Ende Lio. Hal ini bisa dilihat dari pola permukimannya yang masih memegang nilai-nilai budaya dan tradisi setempat. Permukiman adat Suku Ende Lio di Desa Wolotolo dipimpin oleh empat Mosa Laki (Kepala Suku) dan tujuh Kopo Kasa (Wakil Kepala Suku). Kepala Suku dan Kopo Kasa memegang peranannya masing-masing sesuai dengan tugas yang diamanatkan turun temurun dari nenek moyang sebelumnya. Keempat Kepala Suku bertempat tinggal di sao ria (Rumah Besar) masing-masing..
4. Masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah Indonesia Timur sebagai
salah satu wilayah persebaran penduduk Austronesia di Asia Tenggara, menjadi
wilayah kajian Antropologi sejak era kolonial Belanda. Pada tahun 1935, J.P.B.
de Josselin de Jong memperkenalkan konsep dasar kajian-kajian pembahasan dengan
judul “De Maleische Archipel als ethnologisch studieveld” di Universiteit
Leiden. Konsep dasar ini secara garis besar membahas mengenai adanya kesamaan
dan keselarasan dari karakteristik budaya yang umum ditemukan dan direfleksikan
dalam kebudayaan-kebudayaan masyarakat Indonesia. Hal ini pun kemudian
berkaitan erat dengan tulisan “Sociale structuur typen in de Groote Oost,” yang
ditulis oleh F.A.E. van Wouden di tahun yang sama. Menurut van Wouden suku
bangsa di wilayah Nusa Tenggara khususnya, memiliki tipe struktur sosial yang
menunjukkan pola yang sama. Selain itu, hasil penerapan metode komparatifnya pada
suku bangsa di pulau Sumba, Flores, Buru, Ambon, Seram dan Timor, mengenai
sistem klen, mitos-mitos, dan pengorganisasian sosial, serta bentuk
kesatuan-kesatuan politik asli menunjukkan pola yang kurang lebih sama (van
Wouden 1935). Seperti adat perkawinan sepupu silang (cross cousin marriage)
merupakan karakteristik budaya yang umum terdapat dalam suku bangsa tersebut.
Kajian-kajian Antropologi yang berlandaskan konsep ESV (etnologisch studie
veld) merupakan cerminan perkembangan aliran strukturalisme Leiden ketika itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar